Sabtu, 09 Januari 2016

Tradisi Tiban

Tradisi Tiban
Adalah kesenian cambuk berdarah yang diadakan oleh Eyang Tumenggung Surontani Anyokrokusumo dari Katumenggungan Wajak. Pada masa pemerintahan Tumenggung Anyokrokusumo Tiban bertujuan untuk mencari bibit-bibit prajurit yang tangguh di Katumenggungan Wajak. Tetapi setelah Katumenggungan Wajak runtuh dan berubah menjadi Kabupaten Tulungagung, Tiban digunakan untuk meminta hujan bila terjadi kemarau panjang. Pemain Tiban pada masa Tumenggung Surontani Anyokrokusumo adalah rakyat Katumenggungan Wajak saat itu.  
Untuk bergabung menjadi pemain Tiban diperlukan keahlian khusus. Diantaranya harus terampil dan berani mencambuk didasari pada gerakan pencak silat. Selain itu pemain juga harus bisa menguasai ilmu kanuragan. Persiapan yang dilakukan sebelum hari H diantaranya adalah ritual pribadi “adus kramas” yang dilakukan oleh para pemain Tiban. Untuk pemain muda-muda mereka dilatih terlebih dahulu oleh seniornya. Pada zaman dahulu, para pemain langsung bermain di arena tanpa ada latihan. Sebelum Tiban dimulai, musik dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian satu persatu pemain maju ke arena pertandingan. Wasit dalam kesenian Tiban disebut Landang.  

Dalam kesenian Tiban pemain bertanding satu lawan satu. Pemain saling mencambuk lawannya satu sama lain sebanyak tiga kali secara bergantian. Jika salah satu pemain sudah merasa tubuhnya sudah tidak kuat lagi dan mundur dari arena, maka pemain itulah yang kalah. Pemain yang menang mendapat kehormatan dan menjadi kebanggan tersendiri. Kesenian Tiban juga ada di daerah lain, seperti Kediri, Trenggalek, Ponorogo dan Blitar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar